Latest News

Monday, September 24, 2012

Perkawinan Adat Masyarakat Manggarai

Perkawinan yang paling umum dilakukan oleh sebagian besar masyarakat pedesaan di Manggarai adalah perkawinan akibat pacar-pacaran antara pemuda-pemudi. Kalau antara pemuda-pemudi sudah ada pengertian dan persetujuan untuk hidup bersama sebagai suami-isteri, maka keluarga si pemuda melamar (cangkang) pada keluraga si gadis. Dalam hal itu keluarga si gadis biasanya akan meminta suatu mas kawin (paca) yang tinggi dengan sejumlah kerbau dan kuda; sedangkan mereka akan juga memberi kepada si keluarga pemuda sebagai imbalan suatu pemberian yang besar juga. Hubungan yang terjadi antara keluarga yang seperti itu, ialah antara keluarga pihak pemuda sebagai penerima gadis (anak wina) dan pihak pemuda sebagai pemberi gadis (anak rona) adalah biasanya amat formil.

Suatu perkawinan adat yang banyak terjadi terutama di antara orang bangsawan , tetapi sring juga di antara orang biasa, adalah perkawinan yang sudah ditentukan dahulu oleh orang tua. Di dalam hal mencarikan jodoh untuk anaknya orang akan selalu mencari seorang jodoh yang menurut adat merupakan perkawinan yang paling ideal bagi seorang Manggarai, ialah perkawinan dengan seorang anak wanita saudara pria ibu. Perkawinan ini disebut perkawinan tungku. Pada perkawinan tungku biasanya tidak dibutuhkan suatu paca yang besar. Mas kawin itu biasa yang dianggap sebagai syarat proforma saja. Hubungan antara anak wina dan anak ronad di dalam hal ini juga bersifat amat bebas seperti antara adik dan kakak saja.

Suatu bentuk perkawinan lain yang juga sering dilakukan oleh pemuda-pemuda yang tidak mau atau tidak mampu membayar mas kawin yang tinggi adalah kawin lari atau kawin roko dilakukan dengan pengertian antar kedua belah pihak, sebagai syarat adat atau sebagai perbutan pura-pura untuk menutup rasa malu atau rasa canggung bagi keluarga yang tidak mampu membayar paca tinggi. Walaupun demikian sampai sekarang masih ada juga perkawinan roko yang tidak dilakukan sebagai perbuatan pura-pura atau untuk syarat saja, tetapi sebagai kawin lari yang sungguh-sungguh, karena pihak si gadis tidak menyetuju dengan perkawinannya. Dalam pada itu ada anggapan bahwa kemarahan dari pihak si gadis sudah reda dan bahwa mereka sanggup untuk menerima ucapan maaf dan sekalian menerima permintaan lamaran dari pihak keluarga si pemuda. Walaupun ada perundingan yang terjadi pihak keluarga si gadis untuk menahan harga diri, tetap minta paca yang sangat tinggi, dalam hal iti toh tidak dipenuhi, karena dalam kenyataan si pemuda toh sudah hidup di antara keluarga si pemuda.

Seorang pemuda yang tidak mampu membayar mas kawin, sering juga melakukan cara lain untuk tetap bisa mengawini gadis idamannya, ialah dengan cara bekerja pada orang tua gadis untuk suatu jangka waktu tertentu. Bentuk perkawinan ini di Manggarai disebut perkawinan duluk.

Perkawinan adat lain yang tidak sering terjadi adalah perkawina levirat. Dalam hal itu seorang diminta mengawini janda dari adik atau kakak laki-lakinya yang meninggal. Perkawinan levirat atau perkawinan liwi dalam bahasa Manggarai, tidak membutuhkan syarat paca. Sebaliknya perkawinan sororat, atau timu lalo dalam bahasa Manggarai, membutuhkan prosedur lamaran yang baru dengan syarat paca yang juga tinggi.

Adat menetap sesudah niakah Manggarai pada khususnya dan di flores pada umumnya, adalah virilokal. Adapun poligini merupakan suatu gejala yang jarang di flores, apalagi sekarang, karena suatu persentase besar dari penduduk Flores beragama Katolik. Juga pada khususnya di Manggarai poligini dulu hanya dilakukan oleh beberapa keluarga orang bangsawan, tetapi jarang oleh penduduk pada umumnya.

Secara garis besar di Manggarai dikenal beberapa jenis perkawinan antara lain:
1) Perkawinan antar pelapisan social tingkat atas didasarkan atas kesepakatan orang tua untuk melanjutkan kekuasaan. Besarnya belis tidak merupakan lambang pemabayaran wanita tetapi penghargan kepada orang tua wanita yang telah membesarkannya.
2) Perkawian pelapisan menengah, biasanya diputuskan oleh pemuda dan pemudi itu sendiri tanpa (kadang-kadang) mengikuti sertakan orang tua dalam pemilihan jodoh.
3) Perkawinan tungku salang, perkawinan yang terjadi karena memiliki hubungan dara misalnya anak laki-laki dari tante dapat dinikahkan dengan anak perempuan dari om
4) Perkawian tungku kala adalah jenis perkawinan yang dilakukan tidak berdasarkan hu bungan dara.
5) Perkawinan silih tikar ganti tikar ialah jenis perkawinan sororat dan levirat.

Proses perkawinan bagi orang Manggarai pada umumnya dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain:
1) Tahap perkenalan yang disebut dengan toto, maka keluarga laki-laki berkumpul untuk mempersiapkan untuk meminang gadis. Perempuan yang menentukan pokok-pokok pembicaraan.
2) Tei hang ende agu ema (persemabahan), ada satu kebiasaan malam menjelang pemina ngan diadakan upacara persembahan kepada nenek moyang agar diberkati perjalanan hidup mereka.
3) Taeng, peminangan dilakukan melalui tongka juru bicara masing-masing, dilanjutkan dengan pemberian belis sebagai tanda ikatan.
4) Nempung, umber, merupakan acara perkawinan pihak keluarga laki-laki menghantar seluruh belis yang diminta.

Sumber : http://derosaryebed.blogspot.com/

Friday, September 21, 2012

Upacara Pernikahan Adat Maluku Utara

Adat budaya negara kita memang sangat beragam dan semuanya indah. Jika sebelumnya kita pernah mengulas tentang pernikahan adat Banjar, kini kita akan mencoba mengulas pernikahan adat Maluku Utara. Rangkaian upacaranya adalah sebagai berikut:

Upacara Ijab Kabul

Upacara ini dilangsungkan di kediaman mempelai pria, yang sudah mengenakan pakaian pengantin secara lengkap yaitu destar, jubah, dan gamis, dilengkapi dengan keris yang diselipkan di pinggang bagian depan. Disesuaikan dengan perubahan zaman, pengantin pria sekarang mengenakan selop sebagai alas kaki. Sedangkan pengantin wanita yang tinggal di rumahnya sendiri memakai koci-koci, terdiri dari pasangan sarung dan semacam baju kurung yang diberi ikat pinggang, berselendang dan di bagian lehernya dihiasi semacam penutup yang melingkar menutupi pundak hingga punggung. Ditinjau dari bentuk hiasan kepalanya, dapat dikatakan bahwa hal ini sudah dipengaruhi oleh kebudayaan cina.

Jenis pakaian pengantin yang dikenakan pada asal mulanya ditentukan oleh tingkatan derajat dari pengantin. Namun tentu saja peraturan semacam ini sudah tidak berlaku lagi. Setiap pasangan yang akan menikah berhak untuk memilih jenis pakaian yang akan mereka kenakan sesuai selera mereka masing-masing.

Usai upacara ijab kabul, kedua mempelai diantar ke rumah mempelai wanita oleh kerabat, handai tolan dan teman-teman dekat pria maupun wanita. Dan pada kesempatan ini pihak keluarga mempelai pria membawa hantaran peralatan adat yang disebut ngale-ngale yang dimaksudkan sebagai barang-barang persembahan bagi mempelai wanita (semacam upacara seserahan dalam adat Sunda) yang terdiri dari:

Kai Ma Ija (mas kawin) berupa sejumlah uang atau seperti yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak) dibungkus kantung putih yang dijahit rapat, diibaratkan sebagai kemurnian kehormatan mempelai wanita. Kemudian kantung berisi uang tersebut dimasukkan dalam kotak yang dilapis kain putih, melambangkan bahwa mempelai wanita berasal dari naungan keluarga baik-baik. Pembawa kotak berisikan uang yang diletakkan di atas baki dengan penutup kain sutera ini adalah seorang gadis kecil yang didandani dengan pakaian adat.

Gogoro Ma Pake: baki yang diisi dengan perlengkapan wanita dan perhiasannya antara lain 1 helai kain sutera, 1 helai kebaya sutera, 1 helai kerudung putih, 1 set perhiasan dari emas atau perak (giwang, kalung, cincin, bros dan lain-lain). Juga kini dilengkapi dengan sepasang selop.

Kaha Ma Jojobo, yang terdiri dari: 1 rumpun rumput fartogu dengans edikit tanahnya, 1 botol (carrave) air murni (dari sumur), sebuah piring dari beling berwarna putih berisikan segenggam beras yang telah diberi warna kuning, putih, dan merah (beras populak), yang berarti adanya umat manusia yang beraneka warna/ragam, bunga dari lilin yang berarti sinar kasih abadi atau yang dimaksud sebagai lambang penerangan abadi dalam hidup kedua mempelai.

Semua barang ini pun diletakkan diatas baki. Setelah iring-iringan mempelai pria tiba di depan rumah mempelai wanita, dimulai pula rangkaian upacara selanjutnya yang disebut:

Gere Se Doniru yang diawali dengan:

Upacara yang dilangsungkan begitu iringan mempelai pria tiba di pintu depan rumah dan pintu kamar mempelai wanita yang dihalangi oleh beberapa pemuda pemudi yang disebut Fati Ngara yang harus di "bujuk" dengan "ngara mo ngoi" taburan uang receh sesuai dengan kemampuan oleh pemuda pemudi pengiring mempelai pria, kepada Fati Ngara agar mereka berkenan membukakan pintu rumah mempelai wanita. Hal yang sama akan diulang lagi di muka pintu pintu kamar mempelai wanita.

Jika mempelai pria beserta rombongan berhasil melalui kedua pintu tadi, maka mereka akan tiba dimuka mempelai wanita yang didudukkan di pelaminan dengan bertiraikan kelambu. Kelambu baru akan dibuka setelah iringan mempelai pria menaburkan uang receh yang disebut "Guba Ma Ngoi".

Upaca memberi uang dilaksanakan kembali pada waktu mempelai pria akan membuka kukudu (penutup kepala) mempelai wanita, dan upacara ini disebut Ngongoma Bubi. Dilanjutkan pengusapan ubun-ubun mempelai wanita, dengan telapak tangan kanan mempelai pria lambang tanda penerimaan yang sah dari suami terhadap istrinya. Aati lain dari gerakan ni adalah saling membatalkan "wudhu" yang dilakukan kedua mempelai guna melakukan shalat, sebelum upacara pernikahan dilangsungkan. Kemudian disambungkan dengan mendudukan mempelai pria di sebelah kiri wanitanya, sehingga kedua sejoli duduk berdampingan. Sesudah itu keris yang terselip di pinggang pria diambil dan dihunus dari sarungnya. Sarung keris diletakkan di pangkuan mempelai wanita dengan tangan kirinya tetap menggenggamnya, sedang tangan kanan menggenggam hulu keris yang diletakkan di pangkuannya sendiri. Tindakan ini melambangkan penyerahan jiwa untuk sehidup semati dari kedua belah pihak.

Upacara Doa Selamat dan Makan Saro

Upacara ini dimulai dengan mempersilahkan tetua keluarga dan tamu-tamu kehormatan untuk duduk bersama kedua mempelai di meja makan perhelatan yang di atasnya telah dihidangkan:

Jaha se-kusuang yang ditata berderet sepanjang meja, diapit oleh 4 piring ikan yang diolah dengan 4 macam bumbu, 4 piring terong goreng, sepiring masakan daging dan sepiring boboto.

Bentuk jaha dan kukusan menggambarkan keadaan alam Maluku Utara yang terdiri dari gunung-gunung dan pulau-pulau, sedangkan ikan dan sayuran melambangkan kekayaan laut dan daratan.

Empat macam bumbu yang digunakan untuk memasak ikan menunjukkan bahwa penduduk asli Maluku Utara terdiri dari 4 soa, yaitu: Soa sio, Sangaji, Soa Heku dan Soa Cim.

Sedangkan daging dan boboto adalah jenis masakan yang muncul disebabkan oleh pengaruh dari luar (para pendatang). Dilanjutkan dengan Saro-saro yang berarti doa dengan isyarat (tanpa suara), dilakukan dengan pengibaratan memberi makanan yang mempunyai arti pengharapan-pengharapan (doa) dari para tetua keluarga kepada kedua mempelai. Selamanya upacara ini berlangsung, tamu-tamu yang hadir dalam dalam pesta tak henti-hentinya menyerukan kata "saro".

Upacara Joko Kaha

Adalah lanjutan dari upacara makan Saro, yang melambangkan doa permohonan restu dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, termasuk bumi, pohon, rerumputan, perairan, sungai dan danau yang diibaratkan dengan meletakkan ibu jari kaki kanan kedua mempelai di atas gofu fartogu, lalu menyiramnya dengan air murni yang dituangkan dari botol (carrave) yang dibawa oleh iringan mempelai pria sebelumnya.

Upacara Suba Kiye Se Kolano

Dilakukan dengan menghadapkan kedua mempelai ke empat penjuru: Barat, Timur, Utara dan Selatan sebagai tanda penghormatan kepada kolano negeri dan sumber angin.

Setelah upacara-upacara adat selesai, tamu dipersilakan makan, lalu acara berlanjut dengan menari bersama diiringi musik tradisional dan nyanyian rakyat Maluku Utara yang bernada gembira. Para tamu yang hadir dalam acara ini turut pula berpartisipasi. Demikianlah upacara pernikahan adat Maluku Utara. Semoga dapat memberikan wawasan bagi kita semua, bahwa kita memiliki beraneka budaya yang pantas untuk tetap kita jaga kelestariannya.

Sumber: Majalah Kartini http://nikahdisurabaya.com/index.php/upacara-pernikahan-adat-maluku-utara.html Gambar : http://www.azamku.com/pakaian-adat-tradisional-indonesia.html

Wednesday, September 19, 2012

Sejarah Tari Serampang Duabelas

Tari Serampang Duabelas merupakan tarian tradisional Melayu yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada tahun 1940-an dan digubah ulang oleh penciptanya antara tahun 1950-1960. Sebelum bernama Serampang Duabelas, tarian ini bernama Tari Pulau Sari, sesuai dengan judul lagu yang mengiringi tarian ini, yaitu lagu Pulau Sari (www.wisatamelayu.com/id; http://cetak.kompas.com).

Sedikitnya ada dua alasan mengapa nama Tari Pulau Sari diganti Serampang Duabelas.

Pertama, nama Pulau Sari kurang tepat karena tarian ini bertempo cepat (quick step). Menurut Tengku Mira Sinar, nama tarian yang diawali kata �pulau� biasanya bertempo rumba, seperti Tari Pulau Kampai dan Tari Pulau Putri. Sedangkan Tari Serampang Duabelas memiliki gerakan bertempo cepat seperti Tari Serampang Laut. Berdasarkan hal tersebut, Tari Pulau Sari lebih tepat disebut Tari Serampang Duabelas. Nama duabelas sendiri berarti tarian dengan gerakan tercepat di antara lagu yang bernama serampang (Sinar, 2009: 48).

Kedua, penamaan Tari Serampang Duabelas merujuk pada ragam gerak tarinya yang berjumlah 12, yaitu: pertemuan pertama, cinta meresap, memendam cinta, menggila mabuk kepayang, isyarat tanda cinta, balasan isyarat, menduga, masih belum percaya, jawaban, pinang-meminang, mengantar pengantin, dan pertemuan kasih (Sinar, 2009: 49-52;www.wisatamelayu.com/id). Penjelasan tentang ragam gerak Tari Serampang Duabelas akan dibahas kemudian.

Menurut Tengku Mira Sinar, tarian ini merupakan hasil perpaduan gerak antara tarian Portugis dan Melayu Serdang. Pengaruh Portugis tersebut dapat dilihat pada keindahan gerak tarinya dan kedinamisan irama musik pengiringnya.

Seni Budaya Portugis memang mempengaruhi bangsa Melayu, terlihat dari gerak tari tradisionalnya (Folklore) dan irama musik tari yang dinamis, dapat kita lihat dari tarian Serampang XII yang iramanya tari lagu dua. Namun kecepatannya (2/4) digandakan, gerakan kaki yang melompat-lompat dan lenggok badan serta tangan yang lincah persis seperti tarian Portugis. Sebagai seorang penari tentu saya takjub dengan adanya kaitan budaya antara kedua negara ini, dan sebagai puteri Melayu Serdang, dalam khayalan saya bayangkan ketika guru Sauti menari di hadapan Sultan Sulaiman di Istana Kota Galuh Perbaungan. Sungguh betapa cerdas beliau dengan imajinasinya menggabungkan gerak tari Portugis dan Melayu Serdang, sehingga tercipta tari Serampang XII yang terkenal di seluruh dunia itu (Tengku Mira Sinar, www.waspada.co.id).

Tari Serampang Duabelas berkisah tentang cinta suci dua anak manusia yang muncul sejak pandangan pertama dan diakhiri dengan pernikahan yang direstui oleh kedua orang tua sang dara dan teruna. Oleh karena menceritakan proses bertemunya dua hati tersebut, maka tarian ini biasanya dimainkan secara berpasangan, laki-laki dan perempuan. Namun demikian, pada awal perkembangannya tarian ini hanya dibawakan oleh laki-laki karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya (www.wisatamelayu.com/id).

Diperbolehkannya perempuan memainkan Tari Serampang Duabelas ternyata berpengaruh positif terhadap perkembangan tarian ini. Serampang Duabelas tidak hanya berkembang dan dikenal oleh masyarakat di wilayah Kesultanan Serdang, tetapi juga menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Bahkan, tarian ini sering dipentaskan di manca negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong (www.wisatamelayu.com/id).

Keberadaan Tari Serampang Duabelas yang semakin mendunia ternyata memantik kegelisahan sebagian masyarakat Serdang Bedagai pada khususnya, dan Sumatra Utara pada umumnya. Kekhawatiran tersebut muncul karena dua hal. Pertama, persebaran Tari Serampang Duabelas ke berbagai daerah dan negara tidak diimbangi dengan transformasi kualitasnya. Artinya, transformasi Tari Serampang Duabelas terjadi hanya pada bentuknya saja, bukan kepada tekniknya. Menurut Jose Rizal Firdaus (Kompas, 1 Juli 2008), salah satu yang mengkhawatirkan dari perkembangan Tari Serampang Duabelas adalah pendangkalan dalam hal teknik menari. Hal ini disebabkan oleh orang-orang dari luar daerah Deli Serdang yang memainkan tarian ini tidak didukung oleh penguasaan terhadap teknik yang benar. Akibatnya, terjadi pergeseran teknik tari dari aslinya.

Pertama, minimnya kepedulian generasi muda kepada Tari Serampang Duabelas. Meluasnya persebaran tarian ini ke berbagai daerah ternyata tidak diimbangi dengan meningkatnya kecintaan generasi muda Serdang Bedagai terhadap tarian ini. Kondisi ini tidak saja dapat menyebabkan Tari Serampang Duabelas hilang karena tidak ada penerusnya, tapi juga bisa hilang karena diklaim oleh pihak lain (Kompas, 1 Juli 2008). Kedua fenomena tersebut harus disikapi secara cepat dan tepat agar Tari Serampang Duabelas tidak saja lestari, tetapi juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Serdang Bedagai pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Sedikitnya ada tiga hal yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan Tari Serampang Duabelas. Pertama, menjadikan Tari Serampang Duabelas sebagai aset daerah. Artinya, pemerintah harus melakukan proteksi agar tarian ini tidak diklaim oleh pihak lain, yaitu dengan mematenkan hak ciptanya.

Kedua, mendekatkan Tari Serampang Duabelas kepada anak-anak dan remaja. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan menjadikan Tari Serampang Duabelas sebagai salah satu materi pengajaran muatan lokal. Dengan menjadikan Tari Serampang Duabelas sebagai materi muatan lokal, maka anak-anak sejak dini diajarkan untuk mengetahui sejarah keberadaannya dan memahami nilai-nilai yang terkandung di dalam setiap geraknya. Dengan cara ini, maka kita telah berusaha menanamkan kepada generasi muda rasa cinta, bangga, dan rasa memiliki terhadap Tari Serampang Duabelas.

Ketiga, menyelenggarakan perlombaan rutin Tari Serampang Duabelas. Menyelenggarakan perlombaan tari artinya mencari orang yang mempunyai kemampuan terbaik dalam menari. Dalam perlombaan, hanya yang terbaiklah yang akan menjadi juara. Untuk menjadi yang terbaik, setiap orang harus belajar dengan sungguh-sungguh agar mempunyai kemampuan menari yang lebih baik dari orang lain. Melalui strategi ini, setiap orang secara halus �dipaksa� untuk mempelajari Tari Serampang Duabelas secara baik dan benar. Jika cara ini berjalan, maka ada dua hal yang dicapai sekaligus, yaitu lestarinya Tari Serampang Duabelas pada satu sisi, dan terjaganya kualitas teknik Tari Serampang Duabelas pada sisi yang lain.

Keempat, memberikan jaminan kesejahteraan hidup para pelestarinya. Para stake holder, khususnya pemerintah, perlu membuat terobosan agar para pelestari Tari Serampang Duabelas, dan juga para pelestari warisan budaya lainnya, dapat hidup secara salayak. Para pelestari kebudayaan kebudayaan tentu akan terus bekerja dan mengabdikan hidupnya untuk melestarikan warisan budaya jika apa yang dilakukan tidak saja secara normatif menjaga kelestarian budaya, tetapi juga secara praktis menjadi penopang keberlangsungan hidupnya. Seringkali warisan budaya dibiarkan terlantar karena �tidak memberikan� manfaat kepada pemiliknya.
Sumber : http://tarian-indonesia.blogspot.com/2012/09/tari-serampang-duabelas-dari-sumatera.html

Monday, September 17, 2012

Tari Serampang Dua Belas

Tari Serampang Dua Belas (Tengku Mira Sinar dan Tomi Hari)

A. Selayang Pandang

Tari Serampang Dua Belas merupakan salah satu dari sekian banyak tarian yang berkembang di bawah Kesultanan Serdang di Kabupaten Serdang Bedagai (dahulu Kabupaten Deli Serdang). Tari ini merupakan jenis tari tradisional yang dimainkan sebagai tari pergaulan yang mengandung pesan tentang perjalanan kisah anak muda dalam mencari jodoh, mulai dari perkenalan sampai memasuki tahap pernikahan. Inilah salah satu cara masyarkat Melayu Deli dalam mengajarkan tata cara pencarian jodoh kepada generasi muda. Sehingga Tari Serampang Dua Belas menjadi kegemaran bagi generasi muda untuk mempelajari proses yang akan dilalui nantinya jika ingin membangun mahligai rumah tangga.

Nama Tari Serampang Dua Belas dahulu lebih dikenal dengan nama Tari Pulau Sari. Hal ini mengacu pada judul lagu yang mengiringi tarian tersebut, yaitu lagu Pulau Sari. Tarian ini diciptakan oleh Sauti pada era 1940-an dan digubah ulang antara tahun 1950�1960. Sauti yang lahir tahun 1903 di Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai ketika menciptakan Tari Serampang Dua Belas sedang bertugas di Dinas PP&K Provinsi Sumatra Utara. Atas inisiatif dari Dinas yang menaunginya, Sauti diperbantukan menjadi guru di Perwakilan Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara di Medan. Pada masa itulah sauti menciptakan beberapa kreasi tari yang terkenal hingga sekarang termasuk Tari Serampang Dua Belas. Selain Tari Serampang Dua Belas, Sauti juga berhasil menggubah bebarapa tari lain, yaitu tari jenis Tiga Serangkai yang terdiri dari Tari Senandung dengan lagu Kuala Deli, Tari Mak Inang dengan lagu Mak Inang Pulau Kampai, dan Tari Lagu Dua dengan lagu Tanjung Katung.

Pada awal perkembangannya, Tari Serampang Dua Belas hanya boleh dibawakan oleh laki-laki. Hal ini karena kondisi masyarakat pada waktu itu melarang perempuan tampil di depan umum, apalagi memperlihatkan lenggak-lenggok tubuhnya. Tetapi dengan perkembangan zaman, di mana perempuan sudah dapat berpartisipasi secara lebih leluasa dalam segala kegiatan, maka Tari Serampang Dua Belas kemudian dimainkan secara berpasangan antara laki-laki dan perempuan di berbagai pesta dan arena pertunjukan.

Hingga saat ini, Tari Serampang Dua Belas sudah berkembang ke beberapa daerah di Indonesia selain Sumatra Utara, seperti Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, bahkan sampai ke Maluku. Selain dikenal dan dimainkan di seluruh tanah air, Tari Serampang Dua Belas juga terkenal dan sering dibawakan di beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong. Keberadaan Tari Serampang Dua Belas karya Sauti ini, mendapat sambutan yang luar biasa di seluruh tanah air dan negara tetangga. Seiring dengan perkembangan ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai beinisiatif untuk melindungi hak cipta tari ini sebagai aset dan kekayaan daerah tersebut. Untuk mendukung rencana ini, maka pemerintah setempat mengadakan seminar mengenai Tari Serampang Dua Belas. Hal ini dilakukan untuk memperkenalkan kembali pada masyarakat banyak tentang asal muasal dari tari ini, sehingga generasi muda tahu dan mengerti. Selain itu, diadakan juga berbagai pagelaran lomba Tari Serampang Dua Belas terutama untuk kalangan masyarakat yang berada di kawasan Kabupaten Serdang Bedagai.

B. Keistimewaan

Nama Tari Serampang Dua Belas sebetulnya diambil dari dua belas ragam gerakan tari yang bercerita tentang tahapan-tahapan proses pencarian jodoh hingga memasuki tahap perkawinan.

Ragam I adalah permulaan tari dengan gerakan berputar sembari melompat-lompat kecil yang menggambarkan pertemuan pertama antara seorang laki-laki dan perempuan. Gerakan ini bertutur tentang pertemuan sepasang anak muda yang diselingi sikap penuh tanda tanya dan malu-malu.

Ragam II adalah gerakan tari yang dilakukan sambil berjalan kecil, lalu berputar dan berbalik ke posisi semula sebagai simbol mulai tumbuh benih-benih cinta antara kedua insan. Ragam II ini bercerita tentang mulai tumbuhnya rasa suka di antara dua hati, akan tetapi mereka belum berani untuk mengutarakannya.

Ragam III memperlihatkan gerakan berputar (tari Pusing) sebagai simbol sedang memendam cinta. Dalam tarian ini nampak pemuda dan pemudi semakin sering bertemu, sehingga membuat cinta makin lama makin bersemi. Namun, keduanya masih memendamnya tanpa dapat mengutarakannya. Gerakan dalam tarian ini menggambarkan kegundahan dua insan yang memendam rasa.

Ragam IV dilakukan dengan gerakan tarian seperti orang mabuk sebagai simbol dari dua pasang kekasih yang sedang dimabuk kepayang. Gerak tari yang dimainkan dengan melenggak-lenggok dan terhuyung-huyung seperti orang mabuk. Pada ragam ini (Tahap IV) proses pertemuan jiwa sudah mulai mendalam dan tarian ini menggambarkan kondisi kedua insan yang sedang dimabuk kepayang karena menahan rasa yang tak kunjung padam.

Ragam V dilakukan dengan cara berjalan melenggak-lenggok sebagai simbol memberi isyarat. Pada ragam ini, perempuan berusaha mengutarakan rasa suka dan cinta dengan memberi isyarat terhadap laki-laki, yaitu dengan gerakan mengikuti pasangan secara teratur. Gerakan tari pada Ragam V ini sering juga disebut dengan ragam gila.

Ragam VI merupakan gerakan tari dengan sikap goncet-goncet sebagai simbol membalas isyarat dari kedua insan yang sedang dilanda cinta. Pada ragam ini, digambarkan pihak laki-laki yang mencoba menangkap isyarat yang diberikan oleh perempuan dengan menggerakkan sebelah tangan. Si pemuda dan pemudi kemudian melakukan tarian dengan langkah yang seirama antara pemuda dan pemudi.

Gerakan Tari Serampang Dua Belas

Ragam VII dimulai dengan menggerakkan sebelah kaki kiri/kanan sebagai simbol menduga. Hal ini menggambarkan terjadinya kesepahaman antara dua pasang kekasih dalam menangkap isyarat yang saling diberikan. Dari isyarat ini mereka telah yakin untuk melanjutkan kisah yang telah mereka rajut hingga memasuki jenjang perkawinan. Setelah janji diucapkan, maka sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara tersebut pulang untuk bersiap-siap melanjutkan cerita indah selanjutnya.

Ragam VIII dilakukan dengan gerakan melonjak maju-mundur simbol proses meyakinkan diri. Gerakan ini dilakukan dengan melompat sebanyak tiga kali yang dilakukan sembari maju-mundur. Muda-mudi yang telah berjanji, mecoba kembali meresapi dan mencoba meyakinkan diri untuk memasuki tahap kehidupan selanjutnya. Gerakan tari dilakukan dengan gerak bersuka ria yang menunjukkan sepasang kekasih sedang asik bersenda-gurau sebelum memasuki jenjang pengenalan dengan kedua keluarga besar.

Ragam IX adalah gerakan tari yang dilakukan dengan melonjak sebagai simbol menunggu jawaban. Gerakan tari menggambarkan upaya dari muda-mudi untuk meminta restu kepada orang tua agar menerima pasangan yang mereka pilih. Kedua muda-mudi tersebut berdebar-debar menunggu jawaban dan restu orang tua mereka.

Ragam X menggambarkan gerakan saling mendatangi sebagai simbol dari proses peminangan dari pihak laki-laki terhadap perempuan. Setelah ada jawaban kepastian dan restu dari kedua orang tua masing-masing, maka pihak pemuda mengambil inisiatif untuk melakukan peminangan terhadap pihak perempuan. Hal ini dilakukan agar cinta yang sudah lama bersemi dapat bersatu dalam sebuah ikatan suci, yaitu perkawinan.

Ragam XI memperlihatkan gerakan jalan beraneka cara sebagai simbol dari proses mengantar pengantin ke pelaminan. Setelah lamaran yang diajukan oleh pemuda diterima, maka kedua keluarga akan melangsungkan perkawinan. Gerakan tari biasanya dilakukan dengan nuansa ceria sebagai ungkapan rasa syukur menyatunya dua kekasih yang yang sudah lama dimabuk asmara menuju pelaminan dengan hati yang berbahagia.

Memadukan sapu tangan, pertanda menyatunya dua hati

Ragam XII atau ragam yang terakhir dimainkan dengan menggunanan sapu tangan sebagai sebagai simbol telah menyatuya dua hati yang saling mencintai dalam ikatan perkawinan. Pada ragam ini, gerakan tari dilakukan dengan sapu tangan yang menyatu yang manggabarkan dua anak muda sudah siap mengarungi biduk rumah tangga, tanpa dapat dipisahkan baik dalam keadaan senang maupun susah.

Ragam tarian yang dimainkan dalam Tari serampang Dua Belas bertambah indah dan menarik dengan komposisi pakaian warna-warni yang dipakai para penarinya. Lenggak-lenggok para penari begitu anggun dengan berbalut kain satin yang menjadi ciri khas pakaian adat dari masyarakat Melayu di pesisir pantai timur Pulau Sumatra. Sapu tangan melengkapi perpaduan pakaian tersebut yang kemudian dipergunakan sebagai media tari pada gerakan penutup Tari Serampang Dua Belas.

Gerakan tari menggunakan sapu tangan

C. Lokasi

Tari Serampang Dua Belas biasa ditampilkan pada hari jadi Kabupaten Serdang Bedagai, terutama dalam perlombaan yang dipusatkan di aula Kantor Bupati di Kota Sei. Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatra Utara, Indonesia.

D. Akses

Untuk menuju kawasan Kota Sei. Rampah perjalanan dapat ditempuh dengan menggunakan angkutan umum (bus), mobil pribadi, atau mobil sewaan dari Bandar Udara Polonia Medan. Perjalanan dari Kota Medan menuju Kota Sei. Rampah memerlukan waktu kurang-lebih 2 jam dengan jarak sekitar 80 km.

E. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya

Bagi para wisatawan yang memerlukan penginapan, dapat menginap di hotel yang banyak terdapat di kota tersebut. Pilihan hotel pun beragam, mulai dari kelas melati hingga hotel berbintang. Hotel-hotel tersebut biasanya menyediakan hidangan dengan beberapa menu untuk bersantap para wisatawan. Di samping itu, bagi wisatawan yang ingin mencoba hidangan khas masyarakat setempat, di beberapa tempat di Kota Sei. Rampah terdapat rumah makan-rumah makan yang menyediakan aneka menu khas masyarakat Melayu yang bersantan dan pedas.

Sumber : http://wisatasumatera.wordpress.com/wisata-sumatera-utara/tari-serampang-dua-belas/

Tentang CACI-Tarian Rakyat Manggarai

Caci, Baku Pecut tanpa Dendam
Dua kelompok pemuda tampak berdiri dalam lingkaran. Masing-masing terdiri dari delapan orang. Sebelah tangan memegang pecut, tangan lain menggenggam tameng. Dengan destar atau ikat kepala dan sarung songke, para pemuda itu berjejer dan menari dengan lagu daerah yang dinyanyikan dengan lantang. Tubuh para pemuda itu telanjang. Ya, mereka siap bertarung.

Seorang pemuda tampak bernyanyi menantang pria dari kelompok lawan. Tantangan itu disambut senandung dari kelompok sebelah. Pemuda dari kelompok yang ditantang maju dengan gerakan tarian. Tangan, kepala, dan kakinya bergerak seirama lagu yang dimainkan. Ciyaat. Bahu salah seorang pemuda tergores senjata yang terbuat dari batang janur kuning dengan ujung pecut pemukul. Pemuda tersebut balas memecut. Tapi, sang lawan pandai berkelit, serangannya membentur tameng. Sekali lagi, ciyaat. Kali ini, serangan pemuda yang terluka itu mengenai sasaran. Penonton tersenyum. Ada juga yang ngeri tapi bertepuk tangan. Semuanya tampak menikmati caci, olah raga tradisional suku Manggarai, Nusatenggara Timur yang digelar di Lapangan Kota Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, baru-baru ini.

Pentas kolosal ini kerap memeriahkan hajatan tradisional suku yang mendiami Pulau Flores bagian barat itu. Olah raga ini digunakan para pemuda setempat sebagai ajang menempa diri memiliki semangat sportivitas. Pertandingan adat ini selalu disemuti penonton. Tua muda, kecil besar, tumpah ruah menyaksikan pertandingan adu kecepatan dan keluwesan gerak tubuh ini.

Pertunjukan caci dibuka dengan tarian Danding atau biasa disebut Tandak Manggarai. Tarian yang diliukkan penari perempuan dan laki-laki itu memang khusus diadakan untuk meramaikan pertarungan caci. Gerakan penari Danding lebih seperti tari Vera atau tari Sanda Lima. Biasanya penari mendendangkan lagu dengan larik memompa semangat para pemain caci dalam pertandingan. Sebelum beradu, setiap pemain caci akan melakukan gerakan pemanasan otot. Masing-masing pemain menggerakkan badannya mirip gerakan kuda. Sambil menari, pemain caci menyanyikan lagu daerah untuk menantang lawannya. Setiap kelompok yang terdiri dari delapan pemuda itu mendapat kesempatan bertarung menghadapi lawan. Serangan bisa dimulai dengan bertindak sebagai pemukul dan pada kesempatan lain menjadi penangkis. Dengan lincah dan ringan si penyerang menghentakkan pecutnya ke tubuh lawan. Sementara sang penangkis berupaya memblokade sabetan pecut. Jika kena, tampak garis merah. Luka memanjang tipis itu membuktikan bahwa penyerang berhasil. Semua pemain berisiko memiliki bekas sabetan tersebut. Karena itu, masing-masing berusaha menyerang dan berkelit.

Tidak semua orang Manggarai layak menjadi peserta caci. Selain harus pria, persyaratan yang wajib dimiliki pemain caci di antaranya mahir memukul lawan, terampil menangkis serangan, luwes menari, merdu menyanyikan lagu daerah, dan berpenampilan atletis. Permainan caci ini juga dijadikan pelajaran berharga bagi anggota suku Manggarai dalam mengendalikan emosi. Maklum, meski saling mencambuk , tata krama dan sopan santun dalam gerakan di arena tetap dilakukan. Para pemain tetap memberi hormat pada lawan setiap beradu. Kedua kelompok terus beradu diringi pukulan gendang. Semua penonton menikmati permainan ketangkasan itu. Para pemain terus saling serang dan menangkis. Tubuh telanjang mereka terluka. Namun, tak ada dendam.(TNA/Tim Potret SCTV)

Caci, Tari Pertobatan Khas Manggarai
Tarian khas asal Manggarai, Nusatenggara Timur, yang disebut Tari Caci saat ini makin jarang ditampilkan. Tidak banyak lagi kaum muda di desa-desa yang menggemari kesenian yang mirip tari perang ini.

Dalam budaya Manggarai, Tari Caci membawa simbol pertobatan manusia dalam hidup. Nama Caci sendiri berasal dari dua kata yaitu �ca� yang berarti satu dan �ci� artinya uji. Jadi Caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah. Tak heran jika tarian ini selalu dibawakan dua penari.

Agar Tari Caci tak punah, para tokoh adat Manggarai berharap pemerintah setempat bersedia membantu melestarikan tarian khas tersebut. Kini Tari Caci hanya dibawakan saat hari-hari besar seperti perayaan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI.(ADO/Adrian Pantur)

Dikutip dari : http://www.liputan6.com/progsus/?id=17697
http://vinadigm.wordpress.com/artikel-artikel-lepas/tentang-caci-tarian-rakyat-manggarai/

Friday, September 14, 2012

Liturgi Midodareni

LAGU PEMBUKAAN

PEMBUKAAN
P: Demi nama Bapa + dan Putera, dan Roh Kudus.
U: Amin.
P: Tuhan sertamu.
U: dan sertamu juga.

PENGANTAR DAN DOA PEMBUKAAN

P: Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, pada malam yang kudus, menjelang pernikahan saudara kita ..... dengan saudari kita ..... marilah kita berdoa ke hadapan Allah.

Ya Allah mahapengasih, sumber ketenteraman dan kebahagiaan keluarga, pada malam hari ini kami berkumpul atas Nama-Mu, sambil memohon berkenanlah hadir di antara kami, bersama para malaekat dan para kudus di surga, dan mencurahkan berkatMu yang berlimpah kepada saudara kami ..... dengan ..... yang besok akan menikah. Berkenanlah hadir di tengah kami sebagaimana Yesus pernah bersama bunda Maria dan para rasul menghadiri perkawinan di Kana. Kami mohon demi Yesus Kristus, Putera-Mu dan Pengantara kami; yang bersama Dikau dan Roh Kudus, hidup dan berkuasa kini dan sepanjang segala masa. Amin.

BACAAN I:
L: Pembacaan dari kitab Tobit (To 8:5-10) <=klik
Demikianlah sabda Tuhan.
U: Syukur kepada Allah.

LAGU ANTAR BACAAN

BACAAN INJIL:

P: Tuhan sertamu.
U: dan sertamu juga.
P: Inilah Injil Yesus Kristus, menurut Santo Matius
U: Terpujilah Kristus.
P: Pada suatu hari, orang-orang Parisi datang kepada Yesus hendak mencobai Dia. Mereka bertanya: �Bolehkah orang menceraikan isteri nya, dengan alasan apa saja?� Jawab Yesus: �Tidakkah kamu baca, bahwa Allah yang menciptakan manusia pada awal mula, menjadikan mereka pria dan wanita? Dan Allah berfirman: �Karena itu pria akan meninggalkan ibu bapanya dan mengikatkan diri pada isterinya. Dan keduanya akan hidup bersatu padu jiwa dan raganya�. Jadi mereka bukan lagi dua, melainkan satu saja. Sebab itu, yang telah dipersatukan oleh Allah, janganlah diceraikan manusia.
Demikianlah sabda Tuhan.
U: Terpujilah Kristus.

HOMILI (bisa menggunakan ide sebagai berikut)

Saudara-saudari terkasih dalam Kristus, Sara dikuasai oleh iblis yang menghancurkan hidupnya. Sudah tujuh kali ia menikah, tetapi setiap kali suaminya meninggal. Semua prihatin dengan keadaan ini namun tak bisa berbuat apa-apa. Sara yang cantik itu ternyata gagal melaksanakan tugasnya sebagai isteri dengan baik, malahan ia membawa sengsara bagi suaminya.
Apa yang menyebabkan Sara selalu gagal membangun hidup bahagia bersama suaminya? Sebab Sara memelihara iblis dan tidak pernah berdoa kepada Tuhan. Dan setiapkali menikah, setan mengambil nyawa suaminya. Tujuh kali hal ini berlangsung. Sarapun menjadi sedih.
Barulah dalam perkawinannya yang ke delapan, perkawinan dengan Tobia, cengkeraman setan dapat diatasi. Sebabnya, Sara dan Tobia mengikuti bisikan malaekat untuk berdoa pada hari perkawinan mereka dan menghancurkan insang ikan untuk mengusir si iblis tadi. Dan memang, setannya lalu meninggalkan Sara.
Sara bahagia, suaminya bahagia keluarganya juga bahagia. Maka terbangunlah keluarga yang sejahtera.
Saudara kita ..... dan ..... besok pagi akan menikah, membangun keluarga yang bahagia dan sejahtera. Malam hari ini mereka berdua akan menghancurkan hati manusiawi, hati ke�daging�an ... ialah egoisme pribadi yang menjadi setan perusak kebahagiaan hidup rumah tangga.
Marilah kita bersama-sama mendukung doa-doa mereka, memohon berkat Tuhan dan doa restu dari semua orang kudus, agar segala macam iblis yang sering tinggal di hati manusia diusir jauh-jauh dari hati kedua saudara kita ini, dan digantikan oleh Roh Kudus, Roh Cinta kasih ilahi. Amin.

LAGU PERSEMBAHAN HIDUP KEPADA ALLAH

DOA UNTUK CALON MEMPELAI:
P: Marilah kita berdoa,
Ya Allah, kami menyadari, hidup perkawinan membangun keluarga merupakan jawaban terhadap panggilanMu yang luhur dan mulia. Dalam perkawinan, sepasang mempelai Kau ikutsertakan dalam karya agungMu menciptakan dan memelihara dunia seisinya dengan penuh cinta. Engkaulah Allah yang penuh kasih, telah mencurahkan kasihMu kepada dua saudara kami ini agar mereka saling menyalurkan cinta kasihMu sendiri: mempelai pria mencurahkan kasihMu kepada mempelai wanita, mempelai wanita mencurahkan kasihMu kepada mempelai pria: mereka berdua mencurahkan kasihMu kepada calon anak-anaknya, keluarganya dan sesamanya. Mereka saling mengasihi dengan kasih ilahiMu sehingga mampu mengasihi sesamanya pula. Demikian keluarga mereka akan menjadi tempat bernaung yang penuh ketentraman bagi siapapun yang bertemu dengannya.
Ya Tuhan, kami sadar, semuanya ini tidaklah mudah. Banyak godaan membentang di hadapan mereka. Egoisme, kekerasan hati, kesombongan seringkali lebih mudah tinggal di dalam hati kami. Semua ini menjadi sumber kekacauan dan keruntuhan hidup berumahtangga.
Maka, berkenanlah Engkau mencurahkan berkatMu kepada dua saudara kami ini, agar senantiasa kuat dan tabah, berani mengusir egoisme, kekerasan hati, dan kesombongan dalam hatinya. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami.

DI SINI BISA DISISIPKAN DOA UMAT

LITANI PARA KUDUS (MB 426: Gunakan buku Koor: jangan lupa ikutkan nama permandian calon mempelai)

BERKAT UNTUK MAKANAN YANG TERSEDIA

P: Ya Tuhan, berkenanlah memberkati makanan yang telah Kausediakan sebagai bukti kelimpahan rahmatMu bagi kami, berkatilah juga kami yang akan menyantapnya. Semoga oleh perjamuan ini kami semakin mampu memuliakan namaMu. Semoga menguatkan jiwa dan badan kami, sampai ke kehidupan kekal. Demi Kristus, Tuhan dan pengantara kami.
U: Amin.

BAPA KAMI

SALAM MARIA

BERKAT PENUTUP


P: Tuhan sertamu.
U: dan sertamu juga.
P: Semoga Allah yang mahakuasa senantiasa melimpahkan berkat perlindungan dan keselamatan bagi kita: Bapa + dan Putera dan Roh Kudus.
U: Amin.
Mempelai berarak ke luar gereja diiringi lagu pengiring

Sumber
Diperkenankan untuk mengutip sebagian atau seluruhnya isi materi dengan mencantumkan sumber http://www.imankatolik.or.id/

Upacara Adat Pernikahan Solo yang Anggun

Pengantin adat Solo biasa menggunakan kebaya beludru hitam dan paes. Pernikahan adat Jawa yang lengkap tergolong sangat rumit. Untuk sebagian orang, memangkas beberapa ritual menjadi pilihan agar pernikahan menjadi lebih sederhana. Namun masih banyak orang yang berusaha mempertahankan tradisi (pakem) pernikahan dengan alasan pelestarian budaya yang sudah turun-temurun.

Menurut Imma Soetrisno, pengajar tata rias pengantin tradisional dan upacara adat pernikahan Solo dan Jogja di Puspita Martha Internasional Beauty School, satu hari sebelum upacara pernikahan, calon mempelai wanita melakukan ritual siraman dan midodareni di rumah.

"Yang bertanggung jawab mempersiapkan perlengkapan siraman dan midodareni adalah penata rias," ujar Imma, saat Seminar Tata Rias Pengantin di Gedung Smesco UKM, Jakarta, Rabu (18/5/2011) lalu.

Imma menambahkan, penata rias harus menyiapkan bunga, kendi, sajen, dan gentong air beserta gayungnya untuk acara siraman. Gentong harus diisi dengan air kelapa dan air dari tujuh sumur, termasuk sumur di rumah calon mempelai wanita. Penata rias juga harus menyiapkan tempat kerik rambut, handuk, dan kimono, serta dua butir kelapa.

Setelah semuanya siap, penata rias mempersilakan calon mempelai wanita untuk sungkeman (meminta maaf dan memohon restu kepada kedua orang tua). Usai sungkeman, calon mempelai wanita mengganti pakaiannya dengan kemben kain batik. Orangtua lalu menjemput dan membawanya ke tempat siraman.

Siraman diawali oleh ayah atau para sesepuh untuk menyiramkan air dari atas ubun-ubun ke seluruh badan sebagai simbol pencucian diri. Sedangkan ibu menyiram sekaligus memberikan lulur ke tangan anak perempuannya sebagai simbol membersihkan tubuh. Siraman biasanya dilakukan pukul 11.00, karena menurut cerita leluhur, bidadari sedang turun untuk mandi pada jam tersebut. Setelah itu bapak dan ibu memegang kendi yang berisi air dari tujuh sumur, lalu memecahkannya dengan berucap, "pecah pamore", yang artinya pecah semua kenakalannya.

Bapak calon mempelai wanita lalu memulai upacara gunting rambut. Rambut diambil sedikit demi sedikit dari tengkuk, setelah itu bapak menggendong puterinya masuk ke panti busana. Sambil juru rias melakukan ratus, penata rias yang lain membantu bapak dan ibu menggelar upacara dodol dawet (menjual cendol, atau dawet dalam bahasa Jawa). Upacara dodol dawet merupakan simbol pengharapan orang tua agar saat upacara pernikahan berlangsung banyak tamu yang hadir, dimana jumlah tamu dianalogikan seperti cendol yang banyak.

Dahulu, untuk membeli dawet yang dijual orang tua, tamu harus membayar dengan pecahan genteng. Saat ini, pecahan genteng tersebut sudah banyak dijumpai di supermarket dalam bentuk koin yang sudah terpotong rapi. Hasil penjualan dawet akan diberikan kepada calon mempelai setelah prosesi ratusnya selesai, sebagai simbol bekal untuk rumah tangga.

Setelah upacara dodol dawet, dilanjutkan dengan upacara dulangan pungkasan (suapan terakhir). Suapan dengan tumpeng putih, dilakukan bapak dengan mengambil bagian puncak tumpeng dengan lauk-pauk yang merupakan kesukaan calon mempelai wanita sejak kecil.

Itulah ritual sehari sebelum acara pernikahan digelar. Pada hari pelaksanaan pernikahan, usai didandani sesuai pakem adat Jawa, mempelai wanita akan dipertemukan dengan mempelai pria. Upacara ini dinamakan panggih. Saat kedua mempelai bertemu, mereka akan melakukan ritual saling lempar sirih sebagai simbol kemesraan. Selanjutnya mempelai pria akan menginjak telur sebagai simbol pecahnya selaput dara. Mempelai wanita harus membersihkan kaki mempelai pria dengan air, lalu membasuhnya dengan handuk sebagai simbol pengabdian istri kepada suami.

Setelah ritual panggih ini selesai, barulah kemudian kedua mempelai dibawa ke ruang akad nikah di masjid atau di gereja, sesuai agama mempelai. Ingin tahu bagaimana detail upacara pernikahan adat Jawa Solo, Anda bisa membacanya di buku Pakem Perkawinan Solo yang diterbitkan Puspita Martha International Beauty School. Buku bisa didapatkan di berbagai Toko Buku Gramedia.

Sumber : http://female.kompas.com/read/2011/05/23/09232425/rumitnya.upacara.adat.pernikahan.solo

Wednesday, September 12, 2012

Tarian Caci Khas NTT

Tarian adat NTT yang khas adalah Tari Caci. Sangat heroik dan menegangkan merupakan tradisi Manggarai. Tari Caci atau tari perang ini juga sampai sekarang masih dipertahankan oleh para kaum muda Manggarai, ini terlihat dari Mahasiswa Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menampilkan Tarian Caci di Lapangan SADAR beberapa bulan lalu. Dikatakan heroik karena tarian tradisional ini hampir selalu merupakan pertarungan berdarah.

Di daerah asal, Manggarai (sebuah kabupaten di bagian barat Pulau Flores, NTT), caci merupakan pertarungan antara dua orang pria, satu lawan satu, secara bergantian. Dalam caci ada pihak yang memukul (paki) lawannya dengan menggunakan larik (pecut) atau tali terbuat dari kulit kerbau yang sudah kering dan lawan yang dipukul menangkis (ta'ang) dengan menggunakan Nggiling (perisai, juga terbuat dari kulit kerbau) dan tereng/agang atau busur yang terbuat dari bambu. Memukul dilakukan secara bergantian.

Di sana tarian caci yang secara bebas diartikan menguji (ketangkasan) satu lawan satu, biasanya hanya dipentaskan dalam acara khusus, seperti upacara penti atau hang woja (syukuran hasil panen), penyambutan tamu kehormatan atau upacara-upacara adat lainnya, seperti paca wina (belis). Juga untuk memeriahkan pentahbisan imam dan sebagainya. Biasanya, pertarungan caci dilakukan antar desa/kampung. Bagi orang Manggarai, pementasan caci merupakan pesta besar dimana desa penyelenggara memotong kerbau beberapa ekor untuk makanan para peserta atau siapa pun yang me- nyaksikan caci, secara gratis.

Caci mengandung makna kepahlawanan dan keperkasaan. Namun dalam caci, keperkasaan tidak harus dilakoni lewat kekerasan namun juga lewat kelembutan yang ditunjukkan dalam gerakan-gerakan yang bernuansa seni. Tarian Caci diiringi bunyi gendang dan gong serta nyanyian para pendukungnya.

Pihak yang memukul tidak harus mendapat giliran menangkis. Posisinya bisa diganti orang lain. Pihak lawan biasanya tak memprotes. Di sini terlihat aspek lain yakni kerelaan untuk berkorban. Semuanya dihayati dalam suasana penuh kekeluargaan dan kebersamaan.

Bagian badan yang boleh dipukuli meliputi bagian pusar ke atas hingga wajah. Seorang penari caci dinyatakan kalah bila pukulan larik mengenai bagian wajah hingga luka atau berdarah. Jika ini terjadi maka penari bersangkutan harus diberhentikan.
Dalam pertarungan caci kemarin, beberapa peserta tampak terluka hingga berdarah di bagian lengan dan punggung. Namun, luka karena Caci bagi orang Manggarai merupakan kebanggaan seumur hidup dan sebuah fenomena tanpa rasa dendam.

Sumber : http://www.mediaindonesia.com/

Wednesday, September 5, 2012

Kemegahan Pernikahan Adat Palembang

Megah, indah, anggun, agung. Begitulah setumpuk pujian tampilan budaya dan adat istiadat perkawinan suku Palembang. Secara umum prosesinya sangat megah, anggun dan indah. Sebuah rangkaian acara yang terkesan "melelahkan" karena cukup panjang.

Adat perkawinan Palembang adalah suatu pranata yang dilaksanakan berdasarkan budaya dan aturan Palembang. Melihat adat perkawinan Palembang, jelas terlihat bahwa busana dan ritual adatnya mewariskan keagungan serta kejayaan raja-raja dinasti Sriwijaya yang mengalaimi keemasan berpengaruh di Semananjung Melayu berabad silam. Pada zaman kesultanan Palembang berdiri sekitar abad 16 lama berselang setelah runtuhnya dinasti Sriwijaya, dan pasca Kesultanan pada dasarnya perkawinan ditentukan oleh keluarga besar dengan pertimbangan bobot, bibit dan bebet.

Pada masa sekarang ini perkawinan banyak ditentukan oleh kedua pasang calon mempelai pengantin itu sendiri. Untuk memperkaya pemahaman dan persiapan pernikahan, berikut ini uraian tata cara dan pranata yang berkaitan dengan perkawinan Palembang.

Milih Calon

Calon dapat diajukan oleh si anak yang akan dikawinkan, dapat juga diajukan oleh orang tuannya. Bila dicalonkan oleh orang tua, maka mereka akan menginventariskan dulu siapa-siapa yang akan dicalonkan, anak siapa dan keturunan dari keluarga siapa.

Madik

Madik Berasal dari kata bahasa Jawa Kawi yang berarti mendekat atau pendekatan. Madik adalah suatu proses penyelidikan atas seorang gadis yang dilakukan oleh utusan pihak keluarga pria.Tujuannya untuk perkenalan, mengetahui asal usul serta silsilahkeluarga masing-masing serta melihat apakah gadis tersebut belum ada yang meminang.

Menyengguk

Menyengguk atau sengguk berasal dari bahasa Jawa kuno yang artinya memasang "pagar" agar gadis yang dituju tidak diganggu oleh sengguk (sebangsa musang, sebagai kiasan tidak diganggu perjaka lain). Menyengguk dilakukan apabila prosesMadikberhasil dengan baik, untuk menunjukkan keseriusan, keluarga besar pria mengirimkan utusan resmi kepada keluarga si gadis.Utusan tersebut membawa tenong atau sangkek terbuat dari anyaman bambu berbentuk bulat atau segi empat berbungkus kain batik bersulam emas berisi makanan, dapat juga berupa telor, terigu, mentega, dan sebagainya sesuai keadaan keluarga si gadis.

Ngebet

Bila proses sengguk telah mencapai sasaran, maka kembali keluarga dari pihak pria berkunjung dengan membawa tenong sebanyak 3 buah, masing-masing berisi terigu, gula pasir dan telur itik. Pertemuan ini sebagai tanda bahwa kedua belah pihak keluarga telah "nemuke kato" serta sepakat bahwa gadis telah 'diikat' oleh pihak pria. sebagai tanda ikatan, utusan pria memberikan bingkisan pada pihak wanita berupa kain, bahan busana, ataupun benda berharga berupa sebentuk cincin, kalung, atau gelang tangan.

Berasan

Berasal dari bahasa Melayu artinya bermusyawarah, yaitu bermusyawarah untuk menyatukan dua keluarga menjadi satu keluarga besar. Pertemuan antara dua pihak keluarga ini dimaksudkan untuk menentukan apa yang diminta oleh pihak si gadis dan apa yang akan diberikan oleh pihak pria. Pada kesempatan itu, si gadis berkesempatan diperkenalkan kepada pihak keluarga pria. Biasanya suasana berasan ini penuh dengan pantun dan basa basi. Setelah jamuan makan, kedua belah pihak keluarga telah bersepakat tentang segala persyaratan perkawinan baik tata cara adat maupun tata cara agama Islam. Pada kesempatan itu pula ditetapkankapan hari berlangsungnya acara "mutuske kato". Dalam tradisi adat Palembang dikenal beberapa persyaratan dan tata cara pelaksanaan perkawinan yang harus disepakati oleh kedua belah pihak keluarga, baik secara syariat agama Islam, maupun menurut adat istiadat. Menurut syariat agama Islam, kedua belah pihak sepakat tentang jumlah mahar atau mas kawin, Sementara menurut adat istiadat, kedua pihak akan menyepakati adat apa yang akan dilaksanakan, apakah adat Berangkat Tigo Turun, adat Berangkat duo Penyeneng, adat Berangkat Adat Mudo, adat Tebas, ataukah adat Buntel Kadut, dimana masing-masing memiliki perlengkapan dan persyaratan tersendiri.

Mutuske Kato

Acara ini bertujuan kedua pihak keluarga membuat keputusan dalam hal yang berkaitan dengan:"hari ngantarke belanjo" hari pernikahan, saat Munggah, Nyemputi dan Nganter Penganten, Ngalie Turon, Becacap atau Mandi Simburan dan Beratib. Untuk menentukan hari pernikahandan acara Munggah, lazim dipilih bulan-bulan Islam yang dipercaya memberi barokah bagi kedua mempelai kelak yakni bulan Robiul Awal, Robiul Akhir, Jumadilawal, Jumadilakhir. Bulan-bulan tersebut konon dipercayah bahwa bulan purnama sedang cantik-cantiknya menyinari bumi sehingga cahayanya akan menjadi penerang kehidupan bagi kedua mempelai secerah purnama. Saat 'mutuske kato' rombongan keluarga pria mendatangi kediaman pihak wanita dimana pada saat itu pihak pria membawa 7 tenong yang antara lain berisi gula pasir, terigu, telur itik, pisang dan buah-buahan.

Selain membuat keputusan tersebut, pihak pria juga memberikan (menyerahkan) persyaratan adat yang telah disepakati saat acara berasan. sebagai contohnya, bila sepakat persyaratan adat Duo Penyeneng, maka pihak pria pada saat mutoske kato menyerahkan pada pihak gadis dua lembar kemben tretes mider, dua lembar baju kurung angkinan dan dua lembar sewet songket cukitan. Berakhirnya acara mutuske kato ditutup dengan doa keselamatan dan permohonan pada Allah SWT agar pelaksanaan perkawinan berjalan lancar. Disusul acara sujud calon pengantin wanita pada calon mertua, dimana calon mertua memberikan emas pada calon mempelai wanita sebagai tanda kasihnya. Menjelang pulang 7 tenong pihak pria ditukar oleh pihak wanita dengan isian jajanan khas Palembang untuk dibawa pulang.

Nganterke Belanjo

Prosesi nganterke belanjo biasanya dilakukan sebulan atau setengah bulan bahkan beberapa hari sebelum acara Munggah. Prosesi ini lebih banyak dilakukan oleh kaum wanita, sedangkan kaum pria hanya mengiringi saja. Uang belanja (duit belanjo) dimasukan dalam ponjen warna kuning dengan atribut pengiringnya berbentuk manggis. Hantaran dari pihak calon mempelai pria ini juga dilengkapi dengan nampan-nampan paling sedikit 12 buah berisi aneka keperluan pesta, antara lain berupa terigu, gula, buah-buahan kaleng, hingga kue-kue dan jajanan. Lebih dari itu diantar pula'enjukan' atau permintaan yang telah ditetapkan saat mutuske kato, yakni berupa salah satu syarat adat pelaksanaan perkawinan sesuai kesepakatan. Bentuk gegawaan yang juga disebut masyarakat Palembang 'adat ngelamar' dari pihak pria (sesuai dengan kesepakatan) kepada pihak wanita berupa sebuah ponjen warna kuning berisi duit belanjo yang dilentakan dalam nampan, sebuah ponjen warna kuning berukuran lebih kecil berisi uang pengiring duit belanjo, 14 ponjen warna kuning kecil diisi koin-koin logam sebagai pengiring duit belanjo, selembar selendang songket, baju kurung songket, sebuah ponjen warna kuning berisi uang'timbang pengantin' 12 nampan berisi aneka macam barang keperluan pesta, serta kembang setandan yang ditutup kain sulam berenda.

Persiapan Menjelang Akad Nikah

Ada beberapa ritual yang biasanya dilakukan terhadap calon pengantin wanita yang biasanya dipercaya berkhasiat untuk kesehatan kecantikan, yaitu betangas. Betangas adalah mandi uap, kemudian Bebedak setelah betangas, dan berpacar (berinai) yang diberikan pada seluruh kuku kaki dan tangan dan juga telapak tangan dan kaki yang disebut pelipit.

Upacara Akad Nikah

Menyatukan sepasang kekasih menjadi suami istri untuk memasuki kehidupan berumahtangga. Upacara ini dilakukan dirumah calon pengantin pria, seandainya dilakukan dirumah calon pengantin wanita, maka dikatakan 'kawin numpang'. Akan tetapi sesuai dengan perkembangan masa, kini upacara akad nikah berlangsung dikediaman mempelai wanita. Sesuai tradisi bila akad nikah sebelum acara Muggah, maka utusan pihak wanita terlebih dahulu ngantarke keris ke kediaman pihak pria.

Ngocek Bawang

Ngocek Bawang diistilahkan untuk melakukan persiapan awal dalam menghadapi hari munggah. Pemasangan tapup, persiapan bumbu-bumbu masak dan lain sebagainya disiapkan pada hari ini. Ngocek bawang kecik ini dilakukan dua hari sebelum acara munggah.

Selanjutnya pada esok harinya sehari sebelum munggah, dilakukan acara ngocek bawang besak. Seluruh persiapan berat dan perapian segala persiapan yang belum selesai dikerjakan pada waktu ini. Daging, ayam dan lain sebagainya disiapkan saat munggah, mengundang (ngulemi) ke rumah besannya, dan si pihak yang di ulemi pada masa ngocek bawang wajib datang, biasannya pada masa ini diutus dua orang yaitu wanita dan pria.

Munggah

Prosesi ini merupakan puncak rangkaian acara perkawinan adat Palembang. Hari munggah biasanya ditetapkan hari libur diantara sesudah hari raya Idul Fitri & Idul Adha. Pada pagi hari sebelum acara, dari pihak mempelai wanita datang ke pihak laki-laki (ngulemi) dengan mengutus satu pasang lelaki & wanita.

Selain melibatkan banyak pihak keluarga kedua mempelai, juga dihadiri para tamu undangan. Munggah bermakna agar kedua pengantin menjalani hidup berumah tangga selalu seimbang atau timbang rasa, serasi dan damai. Pelaksanaan Munggah dilakukan dirumah kediaman keluarga pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk formasi dari rombongan pria yang akan menuju kerumah kediaman keluarga pengantin wanita. Sebelum prosesi Munggah dimulai terlebih dahulu dibentuk formasi yang akan berangkat menuju rumah pengatin wanita. Formasi itu adalah :

* Kumpulan (grup) Rudat dan Kuntau
* Pengatin Pria diapit oleh kedua orang tua, dua orang pembawa tombak, seorang pembawa payung pengantin, didampingi juru bicara, pembawa bunga langsih dan pembawa ponjen adat serta pembawa hiasan adat dan gegawan.

Nyanjoi

Nyanjoi dilakukan disaat malam sesudah munggah dan sesudah nyemputi. Biasannya nyanjoi dilakukan dua kali, yaitu malam pertama yang datang nyanjoi rombongan muda-mudi, malam kedua orang tua-tua. Demikian juga pada masa sesudah nyemputi oleh pihak besan lelaki.

Nyemputi

Dua hari sesudah munggah biasannya dilakukan acara nyemputi. Pihak pengantin lelaki datang dengan rombongan menjemputi pengantin untuk berkunjung ketempat mereka, sedangkan dari pihak wanita sudah siap rombongan untuk nganter ke pengantin. Pada masa nyemputi penganten ini di rumah pengantin lelaki sudah disiapkanacara keramaian (perayaan). Perayaan yang dilakukan untuk wanita-wanita pengantin ini baru dilakukan pada tahun 1960-an, sedangkan sebelumnya tidak ada.

Nganter Penganten

Pada masa nganter penganten oleh pihak besan lelaki ini, di rumah besan wanita sudah disiapkan acara mandi simburan. Mandi simburan ini dilakukan untuk menyambut malam perkenalan antara pengantin lelaki dengan pengantin wanita. Malam perkenalan ini merupakan selesainya tugas dari tunggu jeru yaitu wanita yang ditugaskan untuk mengatur dan memberikan petunjuk cara melaksanakan acara demi acara disaat pelaksanaan perkawinan. Wanita tunggu jeru ini dapat berfunsi sebagai penanggal atau penjaga keselamatan berlangsungnya selauruh acara perkawinan yang kemungkinan akan ada gangguan dari orang yang tak senang.

Dalam upacara perkawinan adat Palembang, peran kaum wanita sangat dominan, karena hampirseluruh kegiatan acara demi acara diatur dan dilaksanakan oleh mereka. Pihak lelaki hanya menyiapkan "ponjen uang". Acara yang dilaksanakan oleh pihak lelaki hanya cara perkawinan dan acara beratib yaitu acara syukuran disaat seluruh upacara perkawinan sudah diselesaikan.

Sumber : Mahligai �Inspirasi Pernikahan Adat Palembang�, Edisi ke-5 2007
http://katerinas.multiply.com/journal/item/358/Pernikahan-adat-Palembang-