Latest News

Featured
Featured

Gallery

Technology

Blogger news

Games

Recent Posts

Friday, October 4, 2013

Tata Cara Pernikahan Adat Lampung

SEBELUM PERNIKAHAN

a. Nindai/Nyubuk
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis di balai adat.

b. Nunang (ngelamar)
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.

c. Nyirok (ngikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok : Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.

d. Berunding (Menjeu)
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.

e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.

f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.

g. Berparas (meucukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.

PADA HARI PERNIKAHAN

a. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu :
1. Maro Nanggep
2. Cangget pilangan
3. Temu di pecah aji

b. Upacara akad nikah atau ijab kabul
Menurut tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.

Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
- Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
- Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
- Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).
setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang.

Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa :
� dodol,
� urai cambai (sirih pinang),
� juadah balak (lapis legit),
� kue kering, dan
� uang adat.

Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.

SESUDAH PERNIKAHAN

a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.

b. Tabuhan Talo Balak
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya.

Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata :
sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : �Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku�, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.

(sumber : Buku adat istiadat, tata busana dan rias pengantin lampung pepaduan oleh Kartini Bachtiar, S,Pd)

Monday, August 12, 2013

Urutan Pernikahan Adat Solo

Pulau Jawa menyimpan sejuta keindahan dan keagungan budaya yang memiliki kekhasan masing masing wilayah. Hal ini tercermin dari beraneka ragam upacara perkawinan yang unik dan penuh makna di berbagai daerah di Jawa.

Berikut prosesi perkawinan adat Jawa Solo Putri :

I. TAHAP PEMBAHASAN

a. Congkog
Mencari informasi calon besan yang putrinya akan dilamar yang meliputi BIBIT, BEBET dan BOBOT. Juga memastikan status calon mempelai perempuan, masih sendiri atau sudah ada pihak yang mengikat.

b. Salar
Membahas informasi yang didapat dari acara Congkog.

c. Nontoni
Orang tua, keluarga besar beserta calon mempelai pria datang berkunjung ke rumah calon mempelai wanita untuk dipertemukan atau saling dipertontonkan. Kesempatan ini di pergunakan oleh masing masing orang tua untuk menilai kepribadian calon menantu.

d. Panembang
Orangtua calon mempelai pria mengirim utusan untuk datang melamar. Sekaligus menentukan tanggal dan hari pernikahan.

II. TAHAP IKATAN

a. Peningsetan
Penyerahan seperangkat perlengkapan berupa cincin, seperangkat busana wanita, perhiasan, makanan tradisional, buah-buahan, daun sirih, dan uang. Oleh pihak calon pengantin pria kepada calon pengantin wanita sering disebut sebagai srah srahan yang dilanjutkan dengan tukar cincin oleh kedua calon mempelai sebagai tanda ikatan antara kedua calon pengantin.

b. Asok Tukon
Penyerahan dana untuk membantu biaya pesta keluarga calon pengantin wanita.

c. Paseksen
Proses permohonan doa restu

d. Gethok Dina
Penentuan hari ijab kabul dan resepsi. Menghitung hari, tanggal, dan bulan yang baik yang kemudian mendapat kesepakatan dari kedua belah pihak.

III. TAHAP PERSIAPAN

a. Sedhahan
Pembuatan hingga pembagian surat undangan.

b. Kumbakarnan
Pertemuan untuk membentuk panitia pesta dengan mengundang sanak saudara, keluarga, tetangga, dan teman.

c. Jenggolan atau Jonggolan
Sering disebut tandhakan atau tandhan, artinya melaporkan pada pihak kantor pencatatan sipil (KUA) bahwa akan diadakan upacara perkawinan.

Sumber :
http://www.ngunduhmantu.com/perkawinan-adat-solo/

Tuesday, July 9, 2013

Mengenal Upacara Tedhak Siten

Tedhak Siten atau Turun Tanah adalah suatu prosesi untuk menandakan anak saatnya mulai belajar berdiri dan berjalan, biasanya diadakan ketika anak telah berusia 7bulan ke-atas. Menurut hitungan Jawa, usia satu bulan bayi adalah 35 hari jadi perhitungannya 35 X 7 atau 245 hari dalam hal ini biasanya praktek acara Turun Tanah adalah dari anak usia 7 hingga 8 bulan. Jadi merupakan prosesi bersyukur kepada Tuhan sebab anak telah tumbuh dan berkembang hingga saatnya belajar berdiri dan berjalan.

Di usia ini biasanya anak secara perkembangan mulai belajar berdiri dan berjalan meskipun masih perlu dititah atau masih dituntun dan dibimbing kita orang dewasa, mulai diperkenalkan tanah sebagai tempat dia berpijak dihari kemudian.

Berikut ini adalah rangkaian acara Tedhak Siten serta hal-hal apa saja yang mendukung jalannya acara serta sedikit pengertian tentang makna dan arti dari prosesi serta kelengkapannya.

* Anak dituntun menginjak tanah kemudian kakinya dibasuh dengan air bersih artinya adalah telah waktunya anak untuk belajar berdiri dan berjalan serta mengenal tanah sebagai pijakan.

* Kemudian anak dituntun untuk menginjak �jadah� atau �tetel� sebanyak 7 warna yang artinya anak diharapkan mampu untuk mengatasi segala masalah dan kesulitannya, demikian urutan warnanya merah = berani; putih = suci; jingga = matahari, kekuatan; kuning = terang, jalan lurus; hijau = alam, lingkungan; biru = angkasa, ketenangan; ungu = kesempurnaan, utuh.

* Lalu anak dituntun menaiki tangga tebu �ireng� atau tebu �arjuna� yang terdiri dari 7 anak tangga kemudian dibopong oleh ayah setinggi-tingginya artinya diharapkan kesuksesan sang anak makin tinggi dan makin naik.

* Anak setelah itu dimasukan ke dalam kurungan ayam yang berarti anak diharapkan tidak meninggalkan agama - adat budaya - serta tata krama lingkungan ==> dalam kurungan telah diberikan macam2 isian yang akan dipilih oleh anak, karenanya barang2 yang disiapkan bermakna bagus dan baik seperti buku - pensil - emas - kapas - wayang - mainan dokter - mainan elektronik dsb.

* Kemudian anak dimandikan air bunga, mawar - melati - kanthil - kenanga yang artinya diharapkan sang anak membawa nama baek dan mengharumkan nama keluarga.

* Kemudian memotong tumpeng dan dibagikan, artinya anak agar mau berbagi dengan sesama, tumpeng terdiri dari nasi = dekat kepada sang pencipta; ayam = kemandirian; kacang panjang = umur panjang; kangkung = berkembang; kecambah = subur; kluwih = rejeki yang melimpah serta pala pendem = andap asor dan tidak sombong.

* Lalu menyebarkan uang logam recehan dan beras kuning untuk diperebutkan, artinya anak kelak suka menolong dan dermawan, ikhlas suka berbagi mau membantu orang lain.

* Selain tumpeng, dipersiapkan pula �bubur� atau �jenang merah-putih� yang artinya anak terdiri dari darah-daging dan tulang yang berasal dari kedua orang tua-nya serta jajanan pasar seperti lopis - cenil - ketan ireng - tape ketan - jagung blendung - tiwul - gatot dan semacamnya yang berarti dalam kehidupan pasti akan ada warna-warni serta bermacam kejadian dan peristiwa.

Sumber :
http://aqiqahcatering.com/tag/acara-tedhak-siten/

Tuesday, July 2, 2013

Tentang Rumah Gadang Minangkabau

Di Minangkabau rumah tempat tinggal, dikenal dengan sebutan rumah gadang (besar). Besar bukan hanya dalam pengertian fisik tetapi lebih dari itu, yaitu dalam pengertian fungsi dan peranannya yang berkaitan dengan adatnya. Bila diperhatikan rumah tempat kediaman bagi suatu daerah erat sekali hubungannya dengan faktor alam dan adat atau lingkungan rumah itu didirikan. Daerah yang berawa-rawa, banyak sungai, ada gangguan binatang buas dll kecenderungan rumah didirikan dengan tiang yang tinggi dan besar. Dengan bertiang tinggi dan rumah panggung bisa terhindar dari segala macam bahaya seperti bencana alam dan gangguan lainnya.

Beberapa hal yang berkaitan dengan rumah gadang ini adalah sbb:

1. Mendirikan Rumah Gadang
Rumah gadang didirikan diatas tanah kaum yang bersangkutan. Jika hendak mendirikan, penghulu dari kaum tersebut mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan anak kemenakannya. Setelah dapat kata sepakat dibawa kepada penghulu-penghulu yang ada dalam pesukuannya, seterusnya dibawa pada penghulu-penghulu yang ada di nagarinya.

Untuk mencari perkayuan ke hutan diserayakan orang kampung dan sanak keluarga. Tempat mengambil kayu pada hutan ulayat nagari. Tukang yang mengerjakan rumah tsb berupa bantuan dari tukang-tukang yang ada dalam nagari atau diupahkan berangsur-angsur. Rumah yang dibangun diperuntukkan pada keluarga perempuan, sedangkan untuk laki-laki dibangun rumah pembujangan dan setelah Islam masuk ada surau. Walaupun rumah itu diperuntukkan bagi perempuan namun yang berkuasa adalah penghulu dan yang bertanggungjawab langsung pada rumah gadang tsb adalah tungganai.
Bila rumah gadang itu sudah usang dan perlu perbaikan maka seluruh anggota kaum mengadakan mufakat.

Seandainya rumah gadang itu akan dibuka lantaran tidak mungkin untuk diperbaiki, maka harus setahu orang kampung atau senagari dan terutama penghulu-penghulu yang ada di nagari tsb.

Tidak semua keluarga diperbolehkan mendirikan rumah gadang dan ini harus mempunyai syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu antara lain kaum yang akan mendirikan rumah gadang itu merupakan kaum asal di kampung tsb yang mempunyai status adat dalam suku dan nagarinya. Walaupun sebuah kaum itu kaya, tetapi dia adalah keluarga pendatang baru yang tidak mempunyai status adat dalam suku dan nagari tersebut tidak dibenarkan mendirikan rumah gadang.

Walaupun demikian kemufakatan dari penghulu-penghulu yang ada pada suku dan nagari sangat menentukan apakah sebuah kaum itu dibenarkan mendirikan rumah gadang atau tidak.

Dilihat dari cara membangun, memperbaiki dan membuka rumah gadang adanya unsur kebersamaan dan kegotongroyongan sesama anggota masyarakat tanpa mengharapkan balas jasa. Fungsi sosial sangat diutamakan dari fungsi ekonominya. Walaupun rumah gadang itu milik dan didiami oleh anggota kaum namun pada prinsipnya rumah gadang itu adalah milik nagari karena mendirikan sebuah rumah gadang didasarkan atas ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di nagari itu dan setahu penghulu-penghulu untuk mendirikannya atau membukanya.

2. Fungsi Rumah Gadang
Rumah gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan sebagai inggiran adat. Ukuran ruang tergantung daripada banyaknya penghuni dirumah itu. Namun jumlah ruangnya biasanya ganjil spt lima ruang, sembilan ruang dan malahan ada yang lebih. Sebagai tempat tinggal rumah gadang mempunyai bilik-bilik sebelah barisan belakang yang didiami oleh anak-anak wanita yang sudah berkeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.

Yang penting lagi fungsi rumah gadang adalah sebagai inggiran adat, mengerjakan suruhan, menempatkan adat atau tempat melaksanakan seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkimpoian, mendirikan kebesaran adat, tempat mufakat, sepanjang adat dll.

Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruangan umum adalah 1/3 untuk ruangan tidur dan 2/3 untuk kepentingan umum. Perbandingan ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan dari kepentingan pribadi.

3. Pola Rumah Gadang
Rumah gadang Minangkabau berbentuk kapal yaitu kecil kebawah dan besar ke atas. Bentuk atapnya punya bubungan yang lengkung ke atas yaitu lebih kurang setengah lingkaran. Denah dasar berbentuk empat persegi panjang dan lantai berada diatas tiang-tiang. Tangga tempat masuk berada ditengah-tengah dan merupakan serambi muka. Ada juga yang membuat sebuah ujung, ditempat mana biasanya terdapat dapur.

Rumah adat Minangkabau tidak mempunyai ukuran yang pasti dengan memakai meter. Panjang dan lebar rumah ditentukan dengan labuh (jalur) dan yang biasa dijadikan ukuran adalah hasta atau depa. Lebar ruang atau labuh (jarak antara tiang menurut lebar dan panjang) bervariasi antara 2 1/2 m sampai 4 m. Panjang rumah sekurang-kurangnya 3 ruang dan bahkan ada yang sampai 21 ruang, yang normal 3,7,9 ruang. Sedangkan lebarnya sekuang-kurangnya 3 jalur dan sebanyak-banyaknya 4 jalur. Ukuran tidak dimakan siku, tetapi disebut ukuran alur dan patut. Condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak.

Jalur atau labuh memanjang rumah. jalur pertama dari muka disebut bandua tapi, jalur kedua disebut labuah gajah. Jalur ketiga disebut labuah tangah, sedangkan jalur keempat disebut Biliak. Ruangan terletak pada potongan rumah menurut lebar rumah. Satu ruang ditengah dinamakan "Gajah maharam (gajah mengeram). Dua ruang dikri disebut sarambi papek dan dua ruang ke kanan disebut raja berbanding.
pada ujung kiri dan kanan ada anjungan dan terdiri dari tiga tingkat banyaknya sekurang-kurangnya dua tingkat. Anjung merupakan tangga yang terletak pada tengah bagian lebar rumah.

4. Tonggak
Tonggak dari bahan kayu bersegi delapan dan panjang tiang tidak sama, tiang-tiang berbaris/berjajar. Banjar muka dan banjar belakang rendah. Banjar barisan nomor dua dari muka dan belakang lebih tinggi dan banjar/barisan di tengah yang paling tinggi.

5. Rasuk
Antara tiang dengan tiang membujur dan membelintang dihubungkan oleh rasuk pelancar. Rasuk melintang melalui pahatan pada tiang. Rasuk bahannya dari ruyung batang kelapa atau dari kayu hutan yang keras. Pahatan lebih kurang 2m dari dasar atau sendi. Pahatan tiang yang sama tingginya pada setiap tiang adalah untuk pahatan rasuk pelancar. Di atas rasuk melintang berada di bawah pahatan rasuk pelancar. Rasuk melintang ditopang dengan ruyung yang sama tebalnya dengan rusuk melintang hingga mengenai tinggi pahatan rasuk pelancar. Diatas singgiran disusun jeriau lantai, hingga lantai menjadi datar.

6. Sandi
Setiap kaki tonggak berdiri diatas sebuah batu yang disebut dengan sandi. Sandi batu didatangkan kemudian setelah semua tiang dihubungkan oleh rasuk dan paran-paran. Paran, ialah sebuah kayu atau ruyung panjang dari pohon kelapa yang menghubungkan setiap tiang pada ujung atas. Sama dengan rasuk. Ada yang disebut paran panjang dan paran melintang. Punco-punco tiang yang dihubungkan oleh paran panjang tidak pula sama tingginya hingga terlihat lengkungnya atau disebut paran ular mangulai (mengulai). Lengkung paran inilah yang akan membentuk gonjong (pucuk atap).

7. Lantai
Rumah gadang dilantai dengan papan. Lantai papan dipasang diatas jeriau dan adakalanya lantai dibuat dari pelupuh (bambu yang dipecah). Untuk lantai rumah gadang ini ungkapan adatnya mengatakan "lantai banamo hamparan adat, tampek si janang main pantan, tampek penghulu main undang. Lantai rumah gadang ada dua jenis bila dilihat dari bentuknya.

Perbedaan dari jenis lantai ini sebagai membedakan rumah gadang Bodi Caniago dengan rumah gadang Koto Piliang. Lantai datar untuk semua bidang merupakan jenis Bodi Caniago. Semua penghulu yang duduk sama martabatnya, dengan kata-kata adatnya duduak samo randah, tagak samo tinggi. Sedangkan pada adat Koto Piliang lantainya bertingkat atau beragam, lantainya setingkat lebih tinggi dari lantai bandul gajah dan bendul tepi. Penghulu-penghulu yang duduk dari Kelarasan Koto Piliang di rumah gadang sesuai dengan tingkatannya.

8. Anjung
Anjung adalah ruangan yang lantainya bertingkat dua atau tiga pada ujung pangkal rumah, yaitu ruangan yang menyambung dan disebut raja berbanding dan serambi papek (pepat). Anjung adalah tempat mulia dan terhormat.

9. Atap
Atap rumah gadang dari bahan ijuk, dipasang diatas kap yang diatur terletak diatas paran yang melengkung kira-kira setengah lingkaran dan seperempat dari lingkaran dari paran tinggi ketuturan (kedua belah sisi bidang atap). Kap dibuat berpucuk (gonjong) dan sekurangnya empat buah yang membagi panjang rumah. Dua gonjong ditengah berbentuk setengah lingkaran, yang dua lagi menyusul kiri kanan mengikuti lengkung pertama. Selanjutnya gonjong ruangan ujung-ujung kiri dan kanan mengikuti lengkung sebelumnya hingga gonjong menjadi enam buah.

Bila rumah gadang ini mempunyai serambi maka ditambah lagi satu gonjong serambi yang menyatu dengan gonjong tangga. Gonjong serambi dibuat ditengahruang ganjil yang menyatu antara serambi papek dengan raja berbanding atau sejalan dengan ruangan gajah mengeram. Gonjong serambi mengahadap ke pekarangan. Gonjong disebut juga rabuang mambasuik. Pimpinan lentik seperti ular gerang. Pimpiran adalah bahagian pinggiran atap yang ditebalkan pasangan ijuknya dan diukir atau diikat dengan tali ukiran berwarna perak. Pimpiran membujur metik mulai dari tuturan yang seklaigus menjadi tulang untuk menopang gonjong. Tuturan adalah pinggiran atap yang terendah dan tempat air hujan menyatu jatuh ke tanah.

Untuk naik rumah gadang ada tangga; jumlah anak tangga mempunyai bilangan ganjil dan biasanya 5,7 dan 9. Kata-kata adatnya mengatakan 'turun dari tanggo, naiak dari janjang. Maksudnya dalam membicarakan sesuaru persoalan yang erat hubungannya dengan adat hendaklah melalui tingkatan-tingkatan yang sudah diatur sedemikian rupa. Sebagai contoh untuk mengangkat seorang penghulu bicarakanlah terlebih dahulu pada tingkat kaum, setelah itu baru dibawa ketingkat suku dst ke tingkat nagari. Sebaliknya bertangga turun bila ada sesuatu yang akan disampaikan oleh hasil Kerapatan Adat Nagari maka penyampaiannya kepada anak keponakan tidak secara langsung tetapi melalui penghulu-penghulu suku, tungganai, mamak rumah dst.

Sumber :
http://www.allaboutminangkabau.com/2013/02/rumah-gadang.html

Sunday, June 30, 2013

Indahnya Gaya Pengantin Adat Lampung

Rangkaian Upacara Pernikahan

SEBELUM PERNIKAHAN
a. Nindai/Nyubuk
Merupakan proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si gadis berkenan di hati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, di sinilah utusan keluarga calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis dibalai adat.

b. Nunang (ngelamar)
Pada hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat merokok, alat-alat nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.

c. Nyirok (ngikat)
Bisa digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok: Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu) sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari halangan.

d. Berunding (Menjeu)
Utusan pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.

e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak bala karena akan melaksanakan akad nikah.

f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi. Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain, sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat. Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.

g. Berparas (meucukur)
Setelah betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar pada kuku calon mempelai wanita.

PADA HARI PERNIKAHAN

a. Upacara Adat
Beberapa jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan dilaksanakan dengan cara tertentu. Di tempat keluarga gadis dilaksanakan 3 acara pokok dalam 2 malam, yaitu Maro Nanggep, Cangget pilangan dan Temu di pecah aji.

b. Upacara akad nikah atau ijab kabul
Menurut tradisi Lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.

Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
* Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
* Rombongan calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
* Rombongan calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui).

Setelah tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa : dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue kering, dan uang adat. Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah, selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.

SESUDAH PERNIKAHAN

a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk
Mempelai wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo balak, dengan tema sanak mewang diejan.

b. Tabuhan Talo Balak
Sesampai di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit campur uang logam.
Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada suaminya. Selanjutnya siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:

1. ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai, dilanjutkan nenek serta tante.
2. Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3. Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4. istri kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata : sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu Rujungan.
5. Netang sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita sambil berkata : "Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi cahyo begito bagiku", lalu dipasangkan di leher adik perempuannya, dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6. Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
7. Seluruh anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan

Sumber :
http://citra-keraton.blogspot.com/2012/06/indahnya-gaya-pengantin-adat-lampung.html

Friday, June 28, 2013

Tata Rias Busana Pengantin Yogjakarta

Tata rias dan busana pengantin khas Jogjakarta tentunya terinspirasi dari corak busana pengantin tradisi Keraton Jogjakarta. Ada beberapa style dari pengantin Jogja, antara lain ada Paes Ageng atau disebut Kebesaran, Paes Ageng Kanigaran, Jogja Putri dan Kesatrian.

Yang paling terkenal tentunya gaya Jogja Paes Ageng atau Kebesaran. Pengantin Jogja Paes Ageng menggunakan dodot atau kampuh lengkap dengan perhiasan khusus. Paes hitam dengan sisi keemasan pada dahi, rambut sanggul bokor dengan gajah ngolig yang menjuntai indah, serta sumping dan aksesoris unik pada mempelai wanita. Pada pengantin pria, memakai kuluk menghiasi kepala, ukel ngore (buntut rambut menjuntai) dilengkapi sisir dan cundhuk mentul kecil. Bisa dilihat pada gambar di samping bagian atas :

Kemudian ada Paes Ageng Jangan Menir. Pengantin pria memakai bahu blenggen dari bahan beludru berhias bordir, pinggang dililit selendang berhias pendhing, dan kuluk kanigara menutup kepala. Paes Ageng Jangan Menir tidak memakai kain kampuh maupun dodot. Kalau Paes Ageng Jangan Menir tidak memakai dodot kampuh, Paes Ageng Kanigaran justru menggunakan dodot kampuh yang melapisi cinde warna merah keemasan pada busana pengantin corak Kanigaran. Kebaya bludru berhias benang keemasan menyatu dengan dodot kampuh, cinde dan detil riasan serta perhiasan.

Untuk Jogja Putri, tata riasnya agak berbeda dengan Paes Ageng. Pengantin Jogja Putri menggunakan sanggul tekuk berhias sebuah mentul besar menghadap belakang dan pelat gunungan bagi mempelai wanita. Busana tradisionalnya menggunakan kebaya beludru panjang berhias sebuah bordir keemasan dan kain batik prada. Namun dengan banyaknya sentuhan modern, muncullah gaya Kesatrian Modifikasi yang terinspirasi dari tata rias Jogja Putri. Yang membedakan adalah busana yang digunakan adalah kebaya bahan lace berpadu kain prada, bersanggul gelung tekuk berhias cundhuk mentul (kembang goyang) serta untaian melati menjuntai di dada . Mempelai pria berbusana beskap putih dipadu bawahan kain batik prada serta blangkon penutup kepala.

Selain Kesatrian Modifikasi ada juga yang namanya gaya pengantin Jogja Kontemporer. Tata rias Paes Ageng berpadu dengan busana modifikasi kebaya panjang lace putih dilengkapi dengan kain batik prada Jogjakarta.

Sumber :
http://citra-keraton.blogspot.com/2011/09/perbedaan-tata-rias-busana-pengantin.html

Friday, June 21, 2013

Rumah Honai Rumah Adat Papua

Sebutan rumah adat / rumah tradisional asli suku-suku yang ada di provinsi Papua adalah Rumah Honai. Rumah Hanoi dapat banyak kita temui di lembah dan pegunungan dibagian tengah pada pulau Papua, disana terdapat suku Dani tinggal di bagian lembah Baliem atau Wamena, suku Lani, Yali di pegunungan Toli dan suku-suku asli Papua lainnya.

Daerah pegunungan dan lembah disana mempunyai hawa yang cukup dingin pada umumnya terletak diketinggian 2500 meter dari permukaan laut. Maka dari itu bentuk rumah Honai yang bulat dirancang untuk bisa meredam hawa dingin ataupun tiupan angin yang kencang.Rumah Honai memiliki bentuk atap bulat kerucut terbuat dari jerami atau ilalang, bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak terkena air hujan dan dapat meredam hawa dingin untuk tidak masuk kedalam rumah. Dinding rumah terbuat dari kayu dengan satu pintu pendek tanpa jendela.

Rumah Hanoi terdiri dari 2 lantai yaitu lantai pertama sebagai tempat tidur dan lantai kedua untuk tempat bersantai, makan, dan aktivitas keluarga lainnya. Rumah Honai memiliki tinggi kurang lebih 2,5 meter. Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar. Di dalam rumah Honai tepat dibagian tengah pada lantai terdapat galian tanah yang berfungsi sebagai tungku selain sebagai penerangan, bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Rumah Honai terbagi dalam tiga tipe, yaitu untuk kaum laki-laki (disebut Honai), wanita (disebut Ebei), dan kandang babi (disebut Wamai).

Fungsi Rumah Honai selain sebagai tempat tinggal juga mempunyai fungsi lainnya seperti:
1. Tempat penyimpanan alat-alat perang dan berburu
2. Tempat mengembleng anak lelaki agar bisa menjadi orang yang kuat waktu dewasanya nanti dan berguna bagi sukunya.
3. Tempat untuk menyusun strategi perang, jika terjadi peperangan.
4. Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat suku yang sudah ditekuni sejak dulu

Filosofi bangunan Honai, melingkar atau bulat mempunyai artian :
1. Menjaga kesatuan dan persatuan yang paling tinggi sesama suku serta mempertahankan budaya yang telah diwariskan oleh para leluhur untuk selamanya.
2. Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
3. Honai merupakan symbol dari kepribadian dan merupakan martabat dan harga diri dari orang suku yang harus dijaga oleh keturunan atau anak cucu mereka di kemudian hari.

Sumber :
http://rumahadat.blog.com/2012/05/27/rumah-adat-papua/
Videos